Tuesday, 31 July 2012

Keutamaan mendoakan kebaikan untuk sesama muslim tanpa sepengetahuannya

(Arrahmah.com) – Salah satu tanda eratnya persaudaraan dengan sesama muslim adalah mendoakan muslim lainnya yang tidak berada di hadapannya, atau tanpa sepengetahuannya. Saat seorang muslim mendoakan muslim lainnya yang berada jauh dari tempatnya, tanpa sepengetahuannya, dengan doa-doa yang baik, niscaya doa tersebut akan dikabulkan Allah dan doa tersebut juga akan mencakup orang yang membacanya sendiri.

Saturday, 21 July 2012

Gomblay Empty

Bandung 20/07/2012 , Ma'had Lughawy mulai benar-benar kosong tak ada satu pun warga Gomblay yang tinggal sementara ini.Bila diingat pertama kali masuk ke Ma'had, sedih memang serasa ingin mengulang kembali semua kisah yang terjadi.Kini kebersamaan di Ma'had sudah tak ada lagi.Gomblay menyimpan seribu kenangan indah.Selamat jalan Mahasiswa dan Mahasiswi angkatan ke-4 semoga kalian memiliki tempat yang aman dan nyaman untuk dinaungi beberapa tahun kedepan sebelum lulus S1.Berakhirnya title santri bukan berarti akan kehilangkan semua kebiasaan yang telah terbangun di Ma'had.Tetap semangat, bangkit dari tempat duduk dan mulai cari pengalaman baru. 

Lembaran baru datang dari saudara kita yang penuh semangat ingin mencari tempat tinggal sambil mengabdi pada masyarakat.Mereka merupakan lelaki  idaman para Ibu - Ibu dan Ustadz yang akan disayangi anak-anak.Dengan mereka bersilaturahmi ke sebuah Masjid di daerah Ujung Berung alhasil berbuah pengabdian pada masyarakat.Sungguh pengorbanan yang sangat besar dimana mayoritas dari Mahasiswa berpuasa bersama keluarga di Kampung masing-masing.Mereka mulai kebaikan pada awal Ramadhan ini dengan tetap diam di kota Bandung untuk mengajar anak - anak d masjid. 

Pembimbing KRS mengarahkan tempat tinggal setelah deathline living kost di Gomblay.Hampir semua Dosen yang mengajar di prodi Pendidikan Bahasa Arab tidak mnginginkan ada Mahasiswanya yang ngekost, kosan itu buruk dimata mereka.Pasalnya sedari duu alumni ma'had Lughawiy berpencar ke berbagai Ma'had,setelah dilist datanya ternyata tempat yang mereka pilih kebanyakan Pesantren.Antaranya Ma'had Bustanul Wildan,Ma'haad Unversal,Ma'had Lughatain,Ma'had al-Muhajir,Ma'had al-ihsan,Ma'had attaufik.Dimana pun tempat dan apa pun ilmu yang kalian cari, suatu saat ilmu itu pasti di butuhkan oleh orang lain.Ingat beberapa hal yaitu bina diri,bina satuan dan bina Masyarakat.Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dipertanggung jawabkan kepemimpinannya. 












   

Sunday, 15 July 2012

2 MAHASISWA PBA IKUT SEJUKKAN KAMPUS DENGAN TASMI’ AL QUR`ÂN



Iklim kampus kita UIN Sunan Gunung Djati yang terletak di Kota Kembang ini dirasakan tidak seperti biasanya. Betapa tidak, baru langkah kaki pertama memasuki kampus, disambut dengan alunan nan merdu ayat-ayat-Nya.
Tepat pada hari Rabu tanggal 4 Juli 2012 H atau bersamaan dengan tanggal 14 Sya’bân 1433 H, dimulai dari pukul 08.00 WIB, mesjid kampus yang bernama Iqomah ini sudah ramai dengan dzikir dan do’a bersama. Sebenarnya bukan itu yang lebih memikat benda bernama hati ini. Sudah berjejer sederetan manusia yang katanya agent of social change atau agent of social control atau apalah banyak lagi istilahnya (baca: mahasiswa) yang terdiri dari 7 orang ditambah dengan 3 orang pengurus DKM, di antaranya, Pak Bahrun selaku Ketua DKM Iqomah (maaf pak, saya lupa nama lengkap bapak), Pak Drs. Abdul Hadi, M.Ag. selaku Sekretaris DKM (beliau juga merupakan salahsatu dosen di jurusan kita, Pendidikan Bahasa Arab), dan Bapak K.H. Arif Ichwanie. 7 orang mahasiswa tersebut bersiap-siap untuk membacakan ayat-ayat-Nya yang termaktub dalam al Qur`ân secara bergiliran, namun yang unik disini, mereka akan membacakan ayat-ayat tersebut tanpa melihat teks dalam mushaf al Qur`an, alias mengeluarkan apa yang mereka jaga di hipotalamusnya. Atau orang-orang lebih mengenalnya dengan istilah tasmi’ al Qur`ân (baru denger atau baru mau tahu nieh istilahnya…^_^).
Ini kali pertama DKM Iqomah menggelar acara semacam ini (selama saya kuliah di UIN kayaknya baru sekarang, ngga tau juga kalau dahulu kala). Acara ini merupakan salahsatu rangkaian acara Nishfu Sya’bân yang akan digelar pada malam harinya (ba’da Maghrib). Tasmi’ al Qur`an ini terdiri dari pembacaan al Qur`an 10 Juz yang dibacakan oleh 8 orang mahasiswa yang rata-rata sudah hafal 10 juz, bahkan ada yang sudah hafal 30 juz. Masing-masing mahasiswa tersebut di antaranya: Rijal Sibghotullah (juz 28-29, Pendidikan Bahasa Arab/ FTK/ IV); Naih Nurjannah (juz 26-27, Pendidikan Bahasa Arab/ FTK/ IV); Upu Marpuah (juz 2, Pendidikan Agama Islam/ FTK/ II); Hanifah Qanitah (juz 1, Pendidikan Agama Islam/ FTK / IV); Enang Lukman (juz 30, Pendidikan Agama Islam/ FTK/ VI); Subhan (juz 3-4, Bahasa dan Sastra Arab/ FAH/ IV); Sri Rahmawati (juz 5, Tafsir Hadits/ FU/ IV); dan Zuaelan (S2 Tafsir).
Sebelum tasmi’ ini digelar, ada pembacaan istighatsah terlebih dahulu yang dipimpin oleh Bapak K.H. Arif Ichwanie. “tasmi’ al Qur`an ini merupakan salahsatu bentuk syi’ar Islam melalui kegiatan memperdengarkan sumber pertama agama Islam (baca: al Qur`an)”, demikian Bapak Bahrun mengungkapkan di antara orientasi gelaran kegiatan ini, pada saat ditemui penulis sejenak setelah dzuhur di kantor DKM. Adapun di antara tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai salahsatu bentuk apresiasi DKM Iqomah pada 3 aksi yang dicanangkan oleh Rektor UIN Sunan Gunung Djati yang baru saat ini, yang mencakup aksi Lingual (Bahasa), Computerize (pengembangan IT) dan tahfizh al Qur`an juz 30 bagi seluruh mahasiswanya. Selain itu, harapan yang lebih jauhnya, akan banyak mahasiswa UIN SGD Bandung yang tergugah hatinya untuk senantiasa menanamkan nilai-nilai al Qur`an dalam dirinya dan lingkungannya, “syukur-syukur bias tergugah untuk menghafal al Qur`an 30 juz”, tambah Sekretaris DKM saat diwawancara.
Saat ditanya tentang kuantitas pendengar yang berada di dalam mesjid, panitia mengatakan bahwa ini kegiatan tasmi’ yang kata ini merupakan mashdar dari samma’a – yusammi’u yang berarti memperdengarkan, jadi tidak harus yang mendengar bacaan-bacaan ayat suci ini dengan diam dan duduk manis di dalam mesjid, bisa saja mendengarkannya di kantor (untuk para dosen dan karyawan kampus) sambil bekerja, toh jika diniatkan ibadah, bernilai ibadah pula. (satuju tah sayah kana cariosan eta…^_^)
Menurut hemat saya, kegiatan tasmi’ al Qur`an ini perlu sering digelar, akan kampus kita tidak terlalu gersang (^_^), selain itu, bisa memotivasi warga kampus untuk senantiasa ingat dan diingatkan bahwa al Qur`an harus benar-benar menjadi pegangan hidup.
Bapak kelahiran kota Cirebon yang sekaligus Sekretaris DKM berkata, “bagi mahasiswa yang bisa hafal 30 juz, mudah-mudahan bisa mendapat beasiswa langsung dari Rektor UIN SGD dan dibebaskan dari pembayaran SPP sampai mereka lulus kuliah, namun ini juga kami baru mengajukan 2 orang yang baru kami ketahui kompetensinya dalam menghafal al Qur`an, dan ternyata setelah di tes ulang, benar adanya mereka insya Allah hafal 30 juz al Qur`an (tidak bisa ditambah dan tidak bisa dikurangi…^_^), dua orang tersebut adalah Naih Nurjannah dari Prodi PBA FTK semester IV dan Subhan dari Jurusan BSA FAH semester IV juga.”
Acara ini dilanjutkan dengan shalat maghrib jama’ah, shalat sunnah nishfu sya’ban dan membaca Q.S. Yaasiin sebanyak tiga kali, dengan masing-masing niatnya, memohon kepada Allah SWT agar dipanjangkan umur, diberkahkan rezeki dan dijauhkan dari marabahaya. Mengenai hukumnya, “selagi itu baik dan hukumnya sunnah, kenapa tidak dilakukan”, demikian salahsatu pengurus DKM mengungkapkan.
Kegiatan ini pun mengundang Rektor UIN SGD Bapak Prof. Dr. H. Deddy Ismatullah, S.H. M. Hum. beserta para jama’ah majelis ta’lim di lingkungan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Dan berakhir pada pukul 20.00 WIB.
Pertanyaannya, sudahkah anda menuai amal pra Bulan Suci Ramadhan sebagaimana mereka lakukan atau dengan bentuk amal baik lainnya?
Ya, kita sama-sama istibâq fi al khairât. Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa memapah kita di jalan-Nya dan menaungi hari-hari kita dengan berkah dan rahmat-Nya. Amin.

Author: 1571-izzah.dityah@gmail.com

Tuesday, 3 July 2012

Tiga Bekal untuk Para Pemuda

dakwatuna.com – Seorang yang memegang misi panjang, tentu menyiapkan bekal menjadi hal amat penting. Demikian pula dengan pemuda yang sudah sadar akan peran sebenarnya di tengah sekumpulan makhluk Allah lainnya. Bekal di sini tak cukup hanya mencakup finansial saja. Justru bekal non fisiklah yang terbukti membuat banyak pejuang dan para pendahulu kita berhasil dalam misinya.
Bang Porkas (2012) menuturkan setidaknya ada tiga bekal yang patut diusahakan berada dalam genggaman pejuang muda, yaitu at-tarbiyah al-fithriyah, al-‘ilmu wa al-hikmah, dan asy-syakhshiyah al-qiyaadiyah.

1. At-Tarbiyah al-Fithriyah (Pendidikan Jiwa)
Makna at-tarbiyah al-fithriyah di sini sama dengan at-tarbiyah al-islamiyyah, karena pada dasarnya fitrah dan jiwa manusia ialah sebagai seorang Muslim yang mentauhidkan Allah SWT. Adapun pokok kegiatan di dalamnya ialah pembinaan kesadaran, pemahaman, dan karakter keislaman serta pengasahan potensi seorang Muslim. Seluruh rangkaian proses tersebut tentu tak berhenti di titik menjadi pribadi yang shalih individu, namun dituntut menjadi pribadi yang shalih sosial pula. Artinya, salah indikator keberhasilan proses at-tarbiyah al-islamiyyah seseorang ialah sejauh mana kontribusi yang bisa dia berikan untuk umat di sekelilingnya. Adapun tindakan kongkretnya ialah berupa mujahadah (berupaya sungguh-sungguh) untuk senantiasa istiqamah dalam menambah kapasitas keilmuan, amal, serta meningkatkan skill penunjang misi. Jadi, pendidikan jiwa di sini mencakup tak hanya tazkiyatun nafs, tapi banyak hal lain yang membentuk kepribadian seorang Muslim yang utuh.

2. Al-‘Ilmu wa al-Hikmah (Ilmu dan Kebijaksanaan)
Selain keilmuan agama, keilmuan umum pun menjadi syarat yang tidak bisa diabaikan oleh para pengemban amanah masa depan. Masyarakat yang menjadi target kita tentu akan lebih respect manakala memiliki satu atau lebih disiplin ilmu yang kita kuasai. Peluang inilah yang membantu tersampainya setiap pesan kebenaran yang membangun. Lain keilmuan, lain pula kebijaksanaan. Perlu dicatat di sini bahwa jangan sampai sebagai generasi muda kita terlampau berlebihan. Hal ini sebenarnya tidak wajar karena hakikat seorang pemuda ialah penuh dengan semangat yang menggebu, tidak apatis. Dan kebijaksanaan di sini sebaiknya kita tarik ke arah keseimbangan antara perhitungan yang matang dan semangat membumikan kebenaran di lingkungan kita. Jadi, tidak ada dalih bagi pemuda untuk menjadikan tameng sikap bijaksana untuk tidak bergerak. Demikian pula jangan sampai gerak-gerik perbaikan itu dilakukan serampangan tanpa adanya pertimbangan.

3. Asy-Syakhshiyah al-Qiyaadiyah wa al-Jundiyyah (Pribadi Pemimpin dan Prajurit)
Pemuda dengan pribadi ganda (pemimpin sekaligus prajurit) pun ternyata amat penting guna memuluskan agenda kita. Hal ini berkaitan dengan pencapaian misi bersama dalam sebuah jamaah atau perkumpulan. Ada kalanya kita memang diperlukan untuk menjadi pimpinan dan pionir. Namun, suatu saat kita pun harus siap menjadi prajurit atau yang dipimpin. Perpindahan peran seperti ini tentu dilakukan bukan sekadar formalitas, namun demi tercapainya tujuan dengan baik. Kita sebaiknya tampil menjadi pimpinan saat memang itu adalah bidang yang kita kuasai dan dikhawatirkan tidak maksimal bila dipegang orang lain. Tapi, ketika pada saatnya sebuah tugas itu bukan merupakan bidang kita ada orang lain yang bisa melakukannya, maka kita menjadi yang dipimpin adalah pilihan utama. Apalagi jika kita kaitkan hal ini dengan regenerasi atau distribusi tugas, maka shifting position ini amat penting adanya. Tepat sekali jika orang bijak mengatakan bahwa kepemimpinan sejati itu bukan perkara posisi, namun perkara kontribusi.
Sekali lagi, bahwa segala mujahadah kita sebagai generasi mudah melalui rangkaian bekal di atas  harus mendapat perhatian khusus. Alangkah dekatnya kemenangan itu jika bekal sudah kita genggam dan peran sebagai pemuda harapan masa depan sudah kita tempuh dengan amat baik. Akhirnya, kita harus sadari bahwa hal itu tentu bukan perkara mudah, namun bukan berarti tak mungkin.

Disarikan dari materi “Peran Pemuda dalam Membangun Bangsa” oleh Porkas Halomoan (mantan Ketua Rohis UI; inisiator berdirinya Salam UI; Mantan pengurus departemen Kaderisasi KAMMI Pusat; dan Direktur PT Azhar Tri Daya) dalam agenda Mabit FSLDK Jadebek di Masjid Baitul Ihsan kompleks Bank Indonesia, Jakarta pada hari Sabtu-Ahad, 9-10 Juni 2012.

Hati-Hati Aktivis Galau di Facebook

dakwatuna.com – Memasuki usia kepala dua (dua puluhan) adalah saat-saat kritis bagi pemuda. Pada usia itu, menurut hemat saya, seseorang mulai memasuki usia menggalau. Tingkat kedewasaan tengah ia masuki. Ia berada pada masa pencarian. Bukan hanya pencarian hakikat/identitas diri, tapi juga pencarian belahan hati (jodoh).
Fenomena galau hinggap pada siapa saja, tak terkecuali para aktivis muda. Dengan semakin dibukanya kran komunikasi melalui media sosial, segala hal bisa dengan mudah diketahui termasuk kegalauan para aktivis. Memang, tak semua aktivis muda menunjukkan aktivitas galaunya di jejaring sosial, utamanya Facebook. Namun juga tak sedikit yang justru lantang menyuarakan kegalauannya itu.

Kegalauan yang dialami aktivis memang mengarah pada hal yang sama, pencarian kekasih hati (jodoh). Menunjukkan hal itu bisa melalui status Facebook, share link tentang hal terkait pernikahan, membuat catatan, dll. Jika mengemuka status dari seorang akhwat/ikhwan lajang yang menjurus ke pernikahan, maka ramailah komentar mengerubungi si status. Ada di antaranya yang meledek, mensupport, menasihati, dll.

Ada dua indikasi ditunjukkannya kegalauan oleh para aktivis muda di dunia maya. Pertama, ingin menunjukkan eksistensi diri. Ya, aktualisasi memang menjadi salah satu hal terkuat ramainya dunia maya era kini. Hampir semua orang ingin diketahui dan mendapat pengakuan di mata khalayak umum. Kedua, ingin diapresiasi. Apresiasi adalah hal yang ingin didapat oleh manusia setelah ia diketahui eksistensi dirinya. Ibarat seorang murid, ia berusaha mendapat perhatian guru dengan salah satunya rajin bertanya. Maka sang guru pun akan mengenal murid tersebut dan melabel positif sebagai murid yang aktif dan partisipatif.
Hakikatnya, tak ada yang salah dengan kegalauan yang dialami para aktivis muda. Ia tiada lain adalah suatu kefitrahan. Yang sangat disayangkan adalah, terkadang, kegalauan yang ditunjukkan lewat status atau apapun di FB sering menyeret pada hal yang kurang bermanfaat. Tak jarang ikhwan-akhwat awalnya saling meledek, kelamaan menjadi semakin intens berkomunikasi, saling menjodohkan, dll. Tentu saja hal tersebut sangat mengganggu dan bisa menjadi jebakan fitnah bagi oknum yang bersangkutan. Prasangka akan muncul di kalangan sesama aktivis lain atas penyikapan oknum terhadap hal ini.

Belum lagi ditambah dengan komentar dari masyarakat luas. Dunia maya bukan milik satu komunitas tertentu saja. Di dalamnya, terdapat jutaan pasang mata yang mampu melihat dan mengawasi laku kita. Bersikap galau di FB bukanlah teladan yang layak untuk dipublikasikan secara luas. Tak ada memang dalil yang melarang aktivitas galau di FB semacam ini. Namun jika memang sudah masanya, sudah pada waktunya, maka dewasalah. Segerakanlah pernikahan yang memang secara syariat baik, sebagai upaya penggenapan sebagian din. Jangan sampai mengawali hal baik itu dari sesuatu yang keruh dan berbau prasangka. Apapun alasannya, saya sebagai pengamat merasa miris dan resah jika menyaksikan kegalauan berlabuh di status FB aktivis muda. Pandangan subjektif saya mengatakan bahwa hal itu menunjukkan belum cukup dewasalah orang yang bersangkutan.
Masih banyak hal lebih bermanfaat yang bisa dilakukan. Ya, tidak jauh dari persiapan itu sendiri. Aspek ruhiyah, ilmiyah-fikriyah, jasadiyah, maadiyah (material), dan ijtima’iyyah adalah hal yang tak sepele untuk disiapkan. Maka jika memang sudah masanya, sudah pada waktunya segerakanlah. Karena pemuda yang menikah demi menjaga kesucian dirinya dari maksiat adalah satu dari tiga golongan yang wajib Allah tolong berdasarkan hadits At Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah.
Wallahu a’lam bish shawab.

Agar Jeruk Kecut tak Terbuang Percuma (Tadzkiyatun Nufus)

dakwatuna.com – “Hidup ini kejam”, kata politisi. “Hidup ini keras”, nasihat seorang guru. “Hidup ini pahit”, kata pedagang sayur. “Pahitnya bahkan melebihi buah pare!” Itulah kenyataan yang sering kita hadapi dalam keseharian kita tiap hari. Tagihan listrik, air, telepon, iuran RT, anak-anak sekolah dan berbagai tagihan lainnya bikin kita senewen sepanjang bulan. Walau demikian, tak usah cemberut. Tetaplah tersenyum menghadapinya agar pasangan hidup Anda saat melihat Anda tidak seperti melihat tagihan listrik!
Saudaraku, para mahasiswa dan pasangan muda yang baru menikah, nikmatilah hidup di kontrakan. Percayalah, di dunia ini semua manusia mengontrak. Hanya tenggat waktu “kontrakan” saja yang berbeda. Beruntunglah kalian sebab diingatkan oleh ibu kost tiap bulan agar senantiasa terjaga bahwa pasti ada akhir dari setiap kontrakan.
Saudaraku, para bapak dan ibu yang telah nyaman di rumah sendiri, bayarlah pajak rumahmu. (Ini bukan iklan pajak!). Saya hanya ingin kita semua tersadar, tak ada makan siang yang gratis. Semua harus bayar. Kita mengira telah memiliki rumah seutuhnya, padahal tidak! Saat membangun, Anda mengajukan izin ke lurah dan camat – padahal di atas hak tanah kalian. Setelah bangunan selesai dan ditempati, kita membayar pajak setiap tahun ke negara. Tak pernah Anda betul-betul memiliki sebidang tanah dengan rumah di atasnya. Hakikatnya Anda hanya mengontrak. Hanya saja Anda tak ditagih ibu kost dengan wajah cemberut yang memakai daster lusuh dan gulungan rambut yang belum sempat dibuka!

Nasi menjadi bubur
Pedagang yang cerdas melihat keruwetan jadi peluang. Ia melihat setiap kerugian sebagai titik awal mencapai keuntungan. Sementara, pedagang yang malas hanya menanti hari mujur, padahal tiap hari adalah hari mujur. Seringkali kita saat menerima musibah, menjadikannya titik awal untuk mendapat musibah kedua yang kita ciptakan sendiri. Bukankah Imam Ahmad bin Hambal menghabiskan separuh hidupnya di penjara, tetapi dari itu, ia menjadi seorang alim yang disegani di kalangan ahlus sunnah. Bukankah Imam Ibn Taimiyah mendekam di tempat yang sama dan saat bebas dari sana, menjadi guru besar yang menulis ratusan buku utama dalam agama. Bukankah Ibnu Batutah, petualang Islam abad pertengahan, terdampar di sebuah pulau akibat perahunya karam. Ia tak pesimis, tetapi sebaliknya, Ibn Batutah berhasil menjadikan pulau itu sebuah negara. Itulah Maldives, negara sejuta cinta — maladewa, satu-satunya negara di dunia ini yang mencantumkan dalam konstitusinya, setiap warga negara Maldives wajib beragama Islam.
Kita sering pesimis ketika melihat sesuatu telah terlanjur terjadi. Padahal, tak ada yang percuma. Lihatlah para tukang bubur ayam itu. Mereka berhasil keluar dari ungkapan “nasi telah menjadi bubur”. Sebab mereka menjadikan yang terlanjur itu lebih enak yaitu bubur ayam. Lebih enak dari sekadar nasi, apalagi ditambah emping dan kerupuk di atasnya.
Bukankah ada kisah akan dua orang yang melihat isi sebuah gelas. Ucapan masing-masing berbeda. Andi berkata, “Gelas itu setengah kosong.” Anto berkata, “Gelas itu setengah penuh.” Pernyataan awal bersifat pesimis, sementara pernyataan kedua penuh optimisme. Karena itu, jika rezeki yang Anda dapat hari ini hanya sekantong jeruk yang kecut, jangan dibuang. Peras dan tambahkanlah gula, lalu campur dengan es batu dan hidangkan saat panas menyengat. Jeruk asam itu menjadi sangat nikmat.
فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ ﴿١٣﴾
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar-Rahman: 13)

Be yourself, and do not be others
Saudaraku, sering kali kita berusaha tampil bukan sebagai diri kita. Sehingga, yang terjadi adalah kelucuan yang tak sepatutnya. Oleh karena baru saja melihat teman memakai baju warna biru, Anda pun membeli warna yang sama. Padahal, warna kulit dia putih sehingga saat Anda melihatnya tadi pagi, pakaian itu serasi sekali dengan kulit tubuhnya. Anda? Bukankah kulit Anda sawo matang kejemur? Jadilah diri sendiri tanpa perlu menjadi orang lain. “Aku adalah aku”, kata Chairil Anwar.  Ibn Mas’ud berkata, “اغد عالما او متعلماولا تكون امعة  ” (Esok aku akan jadi seorang yang alim, atau pembelajar. Janganlah menjadi seorang yang hanya terpukau).
Nikmatilah ketentuan Allah atas kita untuk kita optimalkan sesuai kemampuan yang kita miliki. Dengan itu, kita akan menjadi pribadi yang sempurna! Tidak semua pemain drum-band itu harus jadi mayoret. Memang mayoret adalah pusat perhatian. Cantik, lincah dan dapat bergerak ke berbagai arah. Tetapi sebagian lainnya harus memukul drum, sebagian lain meniup terompet, bahkan ada yang hanya membawa kecrek. Dengan demikian, irama drum-band jadi padu, menarik, mengalir dan satu. Tak akan tertukar rezeki dan ketentuan Allah pada kita.
Demikian halnya ketika Nabi Musa diperintahkan untuk memukul batu, agar mengalir darinya air. Para kaum meminum dari dua belas mata air yang berbeda. Mereka sadar, setiap diri mereka adalah ketentuan Allah:
وَإِذِ اسْتَسْقَىٰ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِب بِّعَصَاكَ الْحَجَرَ ۖ فَانفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا ۖ قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَّشْرَبَهُمْ ۖ كُلُوا وَاشْرَبُوا مِن رِّزْقِ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ ﴿٦٠﴾
“Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: “Pukullah batu itu dengan tongkatmu”. Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.” (QS Al-Baqarah: 60)

Mari mengisi setiap waktu luang
Saudaraku, waktu luang seringkali melenakan kita. Padahal, Rasulullah mengingatkan, dua hal yang manusia sering lengah: sehat dan waktu luang. Imam Syafi’i rahimahullahu ta’ala menulis sebuah syair: 
إني رايت وقوف الماء يفسده () إن سال طاب وإن لم يجري لم يطب 
Aku melihat air yang berhenti, merusak dirinya sendiri (*) Jika mengalir ia niscaya bersih, dan jika tak mengalir, air itu tak lagi mensucikan (kepada yang lain).
Energi yang kita miliki dan tak digunakan untuk apa-apa, sungguh sangat merugikan. Setiap waktu adalah momentum dalam hidup ini. Jika Anda punya waktu luang, bekerjalah.

Hadapilah hidup apa adanya. 
Sesungguhnya, hidup ini menjadi mudah, jika kita menghadapinya apa adanya. Jika kita pergi ke kondangan, sesungguhnya tak ada yang meminta kita untuk memakai baju atasan merah muda, bawahan merah tua, sepatu merah marun dan tas merah hati. Kita memaksakan diri melakukan demikian agar terlihat serasi dan matching. Padahal esensi kondangan adalah memenuhi jemputan shohibul bait. Rasulullah SAW mengingatkan, hak mukmin satu dengan lainnya ada enam. Salah satunya, jika diundang, datanglah. Kondangan telah berubah dari ajang silaturahim menjadi fashion show.
Tabiat dunia itu penuh jebakan, dan kepuasan yang kita dapatkan darinya tak lebih dari sesaat. Lihatlah bagaimana kita memaksakan diri membeli gadget terbaru, padahal barang lama masih sangat bagus. Tahu apa sebabnya? Kita merasa cepat bosan. Bukankah setiap kali kita membeli hand-phone baru, dua tiga hari kemudian kita segera merasa jenuh. Padahal, untuk membeli hp itu, kita perlu menabung berbulan-bulan. Begitu seterusnya.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata,
 ‏ألا إن الدنيا ملعونة ملعون ما فيها إلا ذكر الله
Bukankah dunia itu terlaknat, terlaknat pula jika (mengejarnya) kecuali dengan berdzikir kepada Allah swt. 

Shalat dan berdoalah
Jika semua sudah kita lakukan, tapi kok masih saja ada yang mengganjal, bikin uring-uringan, bergegaslah ambil air wudhu dan dirikanlah shalat. Rasulullah SAW acap meminta Bilal dengan berkata, أرحنا يابلال بالصلاة  . Segarkan kami wahai Bilal (dengan kau kumandangkan) shalat.
Shalat adalah ibadah yang sangat eksotis. Kita bersimpuh di hadapan pemilik semua sandiwara kehidupan dunia ini dengan meletakkan kening di altar sajadah. Tanah yang padanya kita letakkan kening itu telah membuat seluruh persoalan dunia yang kita hadapi seakan ikut ditelan bumi. Kita menjadi segar, fresh dan seratus persen kembali. Shalat, kata pepatah bijak Arab, adalah mi’raj seorang mukmin. Mi’raj? Apa maksudnya?
Kita tahu, mi’raj adalah perjalanan yang dilakukan Rasulullah SAW ke shidratul muntaha, tempat akhir dari segala yang akhir. Perjalanan spiritual seperti itu membutuhkan energi yang cukup, bekal yang banyak dan stamina yang tak terbantahkan. Maka, bagi seorang mukmin, shalat menjadi kekuatan energinya dalam bermi’raj kepada Allah SWT, Dzat yang Maha Memutar-balikkan  hati manusia.
Shalat dan doa menjadi alat komunikasi kita secara vertical kepada Allah SWT. Kita tak perlu Wi-Fi untuk terkoneksi. Cukup ambil air wudhu dan tunaikan shalatmu. Buat apa punya gelar banyak tetapi tak pernah gelar sajadah. Shalatlah, karena itu amalan para Nabi saat mereka taqarrub kepada Allah SWT.

DOKUMENTASI STUKOM


Make a video of your own at Animoto.

Click To Play >>>


EnjOy it ^__^